MANUSIA DAN
KEADILAN
Indonesia Modern Dengan UU-ITE
Pengguna internet di Indonesia
sebenarnya berjumlah cukup besar. Namun, bila angka itu dibandingkan dengan
total populasi yang mencapai 207 jiwa, maka diperoleh angka kurang dari 2%
penduduk Indonesia yang menggunakan internet. Angka itu makin kecil, kalau
dikaitkan dengan kepemilikan komputer di masyarakat kita. Namun bukan berarti,
Indonesia tidak perlu payung hukum.
Thomas L. Friedman seorang coloumnist asing The New York Times menggambarkan bahwa globalisasi merupakan hal yang tidak bisa di tolak lagi oleh setiap bangsa. Globalisasi menurut Friedman terjadi pada hampir di seluruh negara di dunia. Globalisasi yang dijabarkan termasuk didalamnya juga pengaruh besar teknologi informasi dalam aktifitas manusia .
Thomas L. Friedman seorang coloumnist asing The New York Times menggambarkan bahwa globalisasi merupakan hal yang tidak bisa di tolak lagi oleh setiap bangsa. Globalisasi menurut Friedman terjadi pada hampir di seluruh negara di dunia. Globalisasi yang dijabarkan termasuk didalamnya juga pengaruh besar teknologi informasi dalam aktifitas manusia .
Dikutip dari tulisan Teguh
Arifiyadi, Inspektorat Jenderal Depkominfo, perkembangan teknologi
informasi yang terjadi pada hampir setiap negara sudah merupakan ciri global
yang mengakibatkan hilangnya batas-batas negara (borderless). Negara yang sudah
mempunyai infrastruktur jaringan informasi yang lebih memadai tentu telah
menikmati hasil pengembangan teknologi informasinya, negara yang sedang
berkembang dalam pengembangannya akan merasakan kecenderungan timbulnya
neo-kolonialisme . Hal tersebut menunjukkan adanya pergeseran paradigma dimana
jaringan informasi merupakan infrastruktur bagi perkembangan suatu negara.
Tanpa penguasaan dan pemahaman akan teknologi informasi ini, tantangan
globalisasi akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lain dan
hilangnya kesempatan untuk bersaing karena minimnya pemanfaatan teknologi
informasi.
Tertinggal dalam hukum
Disadari betul bahwa perkembangan teknologi informasi yang
berwujud internet, telah mengubah pola interaksi masyarakat, seperti interaksi
bisnis, ekonomi, sosial, dan budaya. Internet telah memberikan kontribusi yang
demikian besar bagi masyarakat, perusahaan, industri maupun pemerintah.
Hadirnya Internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi operasional setiap
aktifitas manusia.
Jhon Chamber, President dan
CEO terkemuka di Amerika bahkan menyebut bahwa saat ini revolusi internet
memiliki dampak cukup besar bahkan mungkin lebih besar dari revolusi industri
yang pernah terjadi. Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat
ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi
itu sendiri. Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan
komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut
dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi yang
dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang
disebut jaringan internet.
Meskipun infrastruktur di bidang teknologi informasi di
Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan berarti Indonesia
lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Setidaknya ada beberapa
aspek kehidupan masyarakat di Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran
teknologi informasi seperti pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan
bisnis, serta pelayanan jasa oleh pemerintah dan swasta.
Perkembangan teknologi informasi termasuk internet di dalamnya
juga memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan hukum di Indonesia.
Hukum di Indonesia d tuntut untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan sosial
yang terjadi. Soerjono Soekanto mengemukakan
bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau sebaliknya tidak
selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan
hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat
serta kebudahaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.
Jeane Nelttje Saly
berpendapat bahwa perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat
menimbulkan akibat yang menguntungkan dan akibat yang merugikan bagi
masyarakat. Menguntungkan masyarakat karena antara lain komunikasi yang mudah
dengan menggunakan informasi elektronik. Merugikan karena hukum terkait belum
cukup mampu memfungsikan dirinya sebagai sarana ketertiban. Disinilah tampak
jelas bahwa hukum di Indonesia masih tertinggal (bahkan tertinggal jauh) dengan
perubahan yang ada di masyarakat.
Sebuah platform
Sebenarnya secara nyata sebelum Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) disahkan, dunia hukum Indonesia sudah menelurkan
preseden dan upaya penegakan hukum dengan mempergunakan regulasi yang sudah
ada. Masih ingat tentang peradilan Akbar Tanjung yang mempergunakan fasilitas
live conference ketika menghadirkan mantan Presiden BJ Habibie yang sedang
berada di Jerman? Ini merupakan preseden cerdas yang hadir dari seorang hakim
berkualitas. Namun preseden ini dinyatakan tidak berlaku dalam peradilan
lainnya dengan hakim yang berbeda. Hakim dalam peradilan tersebut menginginkan
kehadiran saksi secara fisik, seperti diatur dalam kitab hukum pidana.
Teddy Sukardi, Presiden
Federasi Teknologi Informasi Indonesia, mengungkapkan bahwa kehadiran UU ITE
seharusnya dipandang sebagai pembentukan platform yang bisa menyepahamkan
persoalan yang dihadapi. “Selama ini tidak ada sebuah platform yang memberikan
aturan main dalam masalah tersebut,” akunya. Itu sebabnya ia sangat optimis
dengan UU ini, sekalipun ia mengatakan bahwa memang UU ini bukan merupakan obat
mujarab bagi semua penyakit yang ada.
Teddy menunjukkan bahwa dari sebuah penelitian, Indonesia
menempati urutan ke 14 dari 16 negara Asia yang disurvei. Indonesia bahkan
kalah menarik sebagai tempat berinvestasi dan berbisnis dibanding Srilanka yang
baru saja mengakhiri perang saudaranya. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia
saat itu belum memiliki cyberlaw, seperti negara-negara tetangga: Malaysia dan
Singapura.
Dalam konteks perdagangan dan perekonomian global, pebisnis
Indonesia, mau tidak mau dan suka tidak suka, menggunakan dan memanfaatkan
eCommerce. Tentunya masalah ini menyangkut pula masalah transfer elektronik.
Mitra dagang dan bisnis Indonesia tentu merasa tidak nyaman karena merasa tidak
terlindungi akibat ketidak-adaan cyberlaw. Perlu diingat sejak pecahnya
gelembung perekonomian nasional, sejumlah pebisnis merasakan kian sulitnya
pembayaran lewat kartu kredit yang diterbitkan di Indonesia.
Kepastian Hukum
Kepastian hukum merupakan salah satu asas yang dianut dalam UU
ITE. Asas lainnya yang terkadung dalam UU itu adalah manfaat, sikap kehati-hatian,
itikad baik, dan netralitas teknologi. Sebagaimana undang-undang layaknya, UU
ini mengatur hal-hal pokok dan aspek-aspek yang terkait dengan pemanfaatan TI,
khususnya pengelolaan informasi elektronik dan transaksi elektronik.
Karenanya, UU ini harusnya mencakup berbagai aspek, mulai dari
informasi elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, transaksi elektronik,
tanda tangan elektronik, penyelenggara tanda tangan elektronik, akses ke sistem
dan jaringan komputer, nama domain, dan perlindungan terhadap informasi dalam
komputer serta sistem komputer. UU juga mengatur aspek-aspek yang belum diatur
dalam HaKI, seperti desain situs dan karya intelektual yang ada di dalamnya.
Perlindungan juga diberikan atas hak-hak pribadi (privacy). Sehingga penggunaan
setiap informasi melalui media elektronik, yang menyangkut data tentang hak
pribadi seseorang harus memperoleh persetujuan pemiliknya.
Selain itu, diatur juga tentang penyelesaian sengketa. Ini
mencakup gugatan perdata, tata cara melakukan gugatan itu, pengadilan yang
memprosesnya, upaya hukum, arbitrase, dan penyelesaian di luar pengadilan
(Alternative Dispute Resolution – ADR) yang bisa berupa negoisasi, mediasi dan
konsiliasi.
Yang baru dalam khasanah hukum di Indonesia adalah karena UU ini
menganut asas ekstra teritorial. Artinya, UU ini juga berlaku bagi setiap orang
yang berada di luar Indonesia yang melakukan tindak pidana seperti yang diatur
dalam UU ini yang akibatnya merugikan untuk pihak-pihak yang berada di
Indonesia.
Sosialisasi
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Muhammad Nuh
mengatakan, saat ini Indonesia menjadi masyarakat modern dengan disahkannya UU
ITE dan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). “Dua undang-undang
ini menjadi simbol masyarakat modern. Karena ciri-ciri masyarakat modern antara
lain keakraban dengan teknologi terkini yaitu teknologi informasi. UU ITE itu
adalah simbol dari transaksi elektronik,” kata Muhammad Nuh.
Untuk implementasi UU KIP ini, Menkominfo mengatakan ada empat
persiapan yang harus dilakukan yaitu penyediaan infrastruktur hukum baik dalam
bentuk peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (permen); pembangunan
infrastruktur teknis; pembangunan infrastruktur kelembagaan seperti pembentukan
Komisi Informasi Publik; dan komitmen yang tinggi baik dari pemerintah, DPR
maupun institusi yudikatif utuk sosialisasi UU KIP tersebut.
Nuh mengatakan diperlukan dua tahun sesuai kesepakatan
pemerintah dan DPR untuk memberi waktu kepada semua pihak sebelum UU KIP
tersebut diberlakukan setelah diundangkan. “Empat persiapan ini harus dilakukan
secara simultan dan paralel satu dengan lainnya hingga dalam waktu dua tahun UU
ini efektif bisa dijalankan,” kata Nuh.
Dalam masa transisi, pemerintah akan memanfaatkan waktu dua
tahun untuk pembentukan Komisi Informasi Publik, penyusunan dan penetapan PP,
petunjuk teknis, sosialisasi, persiapan sarana dan prasarana. Sebelumnya, DPR
RI akhirnya menyetujui pengesahan RUU tentang Keterbukaan Informasi Publik
menjadi UU setelah sembilan tahun RUU ini dibahas di DPR RI sejak masa bhakti
DPR periode 1999-2004.
====**====
Sumber-sumber
: